

jarikitanews.com – Dewan pengurus pusat Ikatan Dewan Pengembang Rumah Berdikari (Ikaderi) menegaskan perlunya database terkait backlog perumahan, atau kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah.
Seperti diketahui, Kementerian Perumahan Rakyat (PKP) telah menyerahkan Road Map perumahan untuk menunjang program pembangunan 3 juta rumah untuk masyarakat Indonesia dengan komposisi atau porsi yang telah ditentukan dari program 3 juta rumah. Ditjen Perumahan menyatakan bahwa backlog, atau kesenjangan atara kebutuhan dan ketersediaan rumah mencapai angka 12,7 juta dan angka backlog perumahan ini tiap tahunnya bertambah karena setiap tahunnya selalu ada kenaikan permintaan sebesar 700 sampai 800 ribu.
Sekretaris Umum Ikaderi, Yusuf Supriadi mengatakan bahwa mengurangi angka backlog tersebut menjadi tugas bersama para stakeholder di industri perumahan.
Namun hingga kini, kata Yusuf Supriadi, belum ada database dari backlog secara detail dan rinci tiap provinsi, kabupaten, kota sampai ke tingkat kecamatan dan desa/kelurahan terkait penyebarannya ada dimana saja kebutuhan rumah.
Namun hingga kini, kata Yusuf Supriadi, belum ada database dari backlog secara detail dan rinci tiap provinsi, kabupaten, kota sampai ke tingkat kecamatan dan desa/kelurahan terkait penyebarannya ada dimana saja kebutuhan rumah.
Yusuf Supriadi, berargumen bahwa dengan adanya detail data backlog yang rinci akan semakin mudah dalam pemetaan serta mengatur pemintaan dan suplay.
“Jangan sampai data yang tidak rigit menjadikan program rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menjadi tidak tepat sasaran, dari dahulu backlog selalu di sampaikan di angka 12 sampai 15 juta,” ungkap Yusuf Supriadi, dalam keterangan resminya, Selasa (28/01)2025) digarut.
Kami selaku pengembang berharap dan sangat ingin tahu secara detail dan rinci sehingga kita para pelaku usaha perumahan tidak asal-asalan membebaskan lahan. Dalam membangun pun kita jadi tidak salah langkah karena ternyata kebutuhannya terbatas, bahkan bisa saja tak ada,” imbuh Yusuf Supriadi.
Selain itu, Yusuf Supriadi, juga menggambarkan bahwa jika kebutuhannya ada, harus diperjelas lagi pasar yang dituju siapa, apakah untuk rumah subsidi, atau untuk rumah komersial dengan harga berapa.
Sayangnya, lanjut Yusuf Supriadi, database ini tak pernah ada dan diberikan pemerintah kepada pengembang yang membangun perumahan, subsidi dan non subsidi, sehingga pengembang seperti memasuki hutan rimba dalam menjalankan bisnisnya, bahkan menjadi saling berkompetisi sesama
Yusuf Supriadi pun berharap, pelaku usaha dengan organisasi bisa bersinergi dengan pemerintah pusat sampai pemerintah daerah hingga ke tingkat paling bawah dengan melakukan survei kepemilikan, sehingga data blaclog disetiap kecamatan juga. tiap kabupaten kota Provinsi itu kunci terpenting lalu segmen yang akan menjadikan program dari Kementerian PKP itu apa lalu treatmentnya mau seperti apa, Nah dengan adanya investor dari Qatar yang masuk itu mau ngambil segmentasi mana Lalu kita selaku pengembang akan diberikan porsi yang mana lalu untuk pemerintah terkait masalah rugi lalu Bsps ataupun twp ataupun program-program lainnya itu bagian siapa, sehingga semuanya terkoneksi tergantung pada database ini semua sehingga program itu seiring berjalan berkesinambungan untuk mencapai 3 juta rumah nah kalau ini ini bisa terkolaborasi dengan baik tentu tidak ada yang dibuktikan dan tidak ada lagi orang yang merasa jagoan dan terus yang terpenting adalah pembiayaan hilirisasi sektor properti itu belum terjadi karena masih mengacu pada skema pembiayaan terdahulu dan ditambah lagi saat ini properti itu terjebak pada pembiayaan-pembiayaan brijing dari Bank BPR dan BPR Syariah yang bunganya sendiri itu mencapai di double di sini itu artinya yang 20% ke atas nah itu harus menjadi satu prioritas pemerintah Presiden Prabowo Gibran Menteri Keuangan OJK Dan BI harus menekan suku bunga bisa menjadi single digit karena mengacu kepada SPI (statistik perbankkan Indonesia) kita yang hanya 5,9% lalu bunga tabungan/Bagi hasil tabungan yang hanya 2 % sampai 4% lalu bunga deposito cuma sampai di 6% sampai 7% lalu melihat dari obligasi juga hanya 7% cukup, artinya kita untuk bisa berkompetisi harga bisa terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah menjadi program yang bisa diterima oleh masyarakat, ditambah lagi Pinjol-pinjol juga harus ditertibkan jangan sampai saat ini menjadikan masyarakat meminjam untuk kebutuhan konsumtif bukan untuk produktif sehingga sangat berpengaruh besar, ungkap Yusuf Supriyadi